Kami poetera dan poeteri Indonesia,
mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
· Kami poetera dan poeteri Indonesia,
mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
· Kami poetera dan poeteri Indonesia,
mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Untaian kalimat sakral di atas adalah teks sumpah pemuda yang
dibacakan di Jakarta pada 28 Oktober 1928. DELAPAN PULUH ENAM TAHUN yang lalu
untaian kalimat sakral itu pertama kali diucapkan. Apakah itu hanya untaian
kalimat tanpa makna ? TENTU TIDAK.. kalimat kalimat itu bisa menjadi tamparan
yang bisa mempersatukan anak bangsa dari berbagai suku dan agama dimana
sekarang ini kesatuan itu sudah mulai tergoyahkan.
Sumpah pemuda ? mahasiswa
? ada apa dengan dua kata itu ? dua kata itu ibarat
satu mata rantai yang tidak terpisahkan dan seperti simbiosis mutualisme yang
bekerja begitu harmonis di alam..
Momentum kali ini,
resapilah setiap kalimat yang terdapat pada Ikrar sumpah pemuda. sudah
seyogyanya MAHASISWA FISIOTERAPI juga mampu merefleksikan nilai sumpah pemuda terhadap
kemajuan Profesi kita ini. Tentu kita tak ingin jika keberadaan kita seperti
tidak ada nya kita. Kita yang memilih ingin menjadi penonton sejarah atau memiliki peran terhadap sejarah itu
sendiri.
Setiap tahun kita
melakukan seremonial utk memperingati Hari Sumppah Pemuda yang dilaksanakan
hampir serentak seluruh Indonesia. Mungkin
banyak dari kita yang merasa bahwa hari ini adalah “hari yang normal”, ada
ataupun tidak ada hari kebangsaan tidak mengubah hidupnya. Jangankan yang tidak
merasa, yang aksi pun seringkali hanya wacana jalanan yang tidak berkelanjutan,
teriak lalu tenggelam ke dasar bumi, tak berbekas, seperti yang saya
lihat hari ini. Ada apa ?
Hidup itu selalu memiliki dinamika dan fluktuasi. Keadaan Nasional dari
era kemerdekaan hingga sekarang pun mengalami fluktuasi dengan berbagai
gejolak. pola pikir masyarakat yang berkembang sangat pesat karena
interkonektivitas dengan dunia yang semakin terajut dalam globalisasi cenderung
menjadikan pola pikir individualis dan justru ekslusif. Tetapi penulis yakin
bahwa mahasiswa fisioterapi dapat bersaing di era global dengan sikap arif dan
bersahaja. Kita tau bahwa AFTA akan dimulai tahun 2015, oleh karena itu kita
juga tidak dapat memungkiri bahwa interkonektivitas sangat diperlukan yang
harus dibangun dengan baik dari sekarang yang dihiasi oleh kecintaan pada ilmu
berlandaskan budi suci, moral dan kesalehan agama. Maka dari itu, IMFI berusaha
untuk selalu berperan aktif pada taraf internasional yaitu mengirimkan Delegasi
pada Agenda Asia Physical Therapy Student Assoaciation. Di dalam acara itu,
menurut penulis sudah tertanam nilai sumpah pemuda seperti delegasi yang kami
kirimkan sangat bangga ketika memperkenalkan kebudayaan local Indonesia di
hadapan Mahasiswa Fisioterapi se-Asia.
Disadari ataupun tidak, kita sebagai manusia pada umumnya bahkan seorang
Mahasiswa sedang digempur dengan pemikiran liberal yang men-dewa-kan “kebebasan
individu adalah segalanya” tidak membuat berpikir secara holistik, bahwa
semangat yang ingin digencarkan adalah semangat kompetitif (competitive spirit)
tetapi malah terjerembap pemikiran masyarakat pada hedonism yang berujung pada
pola pikir konsumtif yang (sangat) berlebihan. Semua dikejar oleh kata
yang bernama “hasil”, bukan “proses”, yang terbentuk atas konstruksi masyarakat
bersifat pragmatis-instan. Penulis yakin bahwa hidup itu selalu berporoses yang
kadangkala hasil tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Kemudian mulailah
kita menganalisis, mungkin saja jiwa kompetitif kita saat berproses itu kurang
menggelora dan kita belum sepenuhnya menyerap nilai sumpah pemuda itu sehingga
masih ada nya sikap hedonis pada jiwa. Sebagai mahasiswa Fisioterapi yang mana
bidang keilmuan kita terus berkembang maka sikap kompetitif untuk berkontribusi
yang terbaij sangat dibutuhkan, Totalitas, Loyalitas dan Integritas.Berbagai alasan dapat
kita kemukakan sehingga menyebabkan pola berpikir kritis “terhenti” begitu saja
pada tataran akademis. Kadangkala hanya karena beberapa alasan ini membuat kita
mundur teratur dari sumbangsih kita terhadap kemajuan Profesi masa depan kita
ini yang kita rintis dari sejak menyangdang gelar “Mahasiswa”, salah satu
alasannya adalah kurikulum pendidikan yang “mencekik” kreativitas mahasiswa
dalam bertindak dan bergerak untuk menjalankan asas kebermanfaatan. Kami
sebagai Mahasiswa Fisioterapi terus melakukan inovasi dalam segala perkembangan
kami agar keberadaan kami memiliki asas kebermanfaatan, kami bukan saja mencari
gelar Sarjana atau Diploma Fisioteapi tetapi dalam jiwa kami selalu tertanam
kuat bahwa keberadaan kami sebagai mahasiswa Fisioterapi selalu memberikan
manfaat untuk seluruh masyarakat Indonesia khususnya yang sesuai dengan bidang
kami. Bukankah sebaik baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya
terhadap sesama??
Inovasi, kreatifitas serta aspirasi kami bangun, bina dan satukan
melalui wadah organisasi sebagai pelaksanaaspirasi mahasiswa terutama
Fisioterapi seperti Badan Ekskutif Mahasiswa Fisioterapi, Himpunan Mahasiswa
Fisioterapi, bahkan di tingkat nasional terdapat IKATAN MAHASISWA FISIOTERAPI
INDONESIA yang terbagi menjadi 5 regional. Dimanapun organisasi kita sebagai
mahasiswa Fisioterapi, Penulis mengharapkan kita bisa saling sinergi dan
memiliki integritas demi Fisioterapi Indonesia yang lebih baik.
Terkadang aktivis pun ada yang apatis, Bentuk “apatis” ini
dapat terlihat dari enggannya berpartisipasi dalam kegiatan kesejahteraan
mahasiswa (lingkup kolektif kecil) juga masyarakat atau dalam Dunia Fisioterapi
itu sendiri (kolektif besar) lebih mementingkan diri maupun kelompoknya demi
tujuan yang sangat parsial tanpa begitu banyak manfaat bagi stakeholder, yakni
mahasiswa itu sendiri. Terlebih, apatis ini tidak hanya hinggap pada mereka
yang menyandang predikat “mahasiswa biasa” , ironisnya pada mereka yang
berlabel “organisator”, kalau tidak dibilang “aktivis”. Konteks kata
“organisator” atau “aktivis” disini adalah mereka yang menjadi fungsionaris
organisasi mahasiswa di ranah eksekutif ataupun legislatif. Seperti yang
terlihat, mereka yang termasuk “aktivis apatis” ini adalah mereka yang ,entah,
tidak ingin melihat, mendengar berbicara dan bertindak tentang permasalahan
masyarakat yang ada di ranah sosial maupun pendidikan, terlebih permasalahan
negara yang dianggapnya “tidak penting”. Kalaupun ada , seringkali hanya
sekedar wacana formalitas agar eksistensi organisasinya hadir, pun tanpa
berbuat sesuatu yang signifikan. Mereka hanya bergerak jika sesuai
dengan kepentingan oligarki yang sudah disepakati sebelumnya “dibelakang”. Dari
sinilah kami seluruh Pengurus Ikatan Mahasiswa Fisioterapi ingin mengajak
seluruh organisasi Mahasiswa Fisioterapi se-Indonesia utk melihat, mendengar
dan bertindak tentang permasalahan kita (Dunia Fisioterapi), kesehatan pada
umumnya agar kita bersama-sama mencari solusi terbaik. Kita harus Berjaya di
tanah kita sendiri.
Agaknya
sudah saatnya, jika kita tidak terlalu terpaku lagi pada acara-acara seremonial
dalam memperingati sumpah pemuda, tetapi ada sebuah gerakan yang atau pemikiran
ulang tentang bagaimana jiwa Semangat Sumpah Pemuda itu bukan hanya sebatas
pada pengetahuan saja, tetapi menjiwai semangat perilaku kehidupan berbangsa
dan bernegara kita yang sejak lahirnya sudah terlanjur sebagai Negara yang
heterogen, baik agama, suku, dan ekonomi dan pendidikan
HIDUP
MAHASISWA ! HIDUP FISIOTERAPI !
Kami
dari Ikatan Mahasiswa Fisioterapi Indonesia mengajak seluruh Mahasiswa
Fisioterapi Indonesia untuk saling sinergi, totalitas serta integritas demi
Fisioterapi Indonesia terus bersinar dan jaya di Tanah Air Tercinta.
Salam
Redaksi
Pantau terus segala
kegiatan kami, Let’s Follow @IMFIPUSAT J
Kami
juga menerima segala kritikan dan masukan untuk kemajuan Mahasiswa Fisioterapi
Indonesia khususnya IMFI.
|
Mention
ke @IMFIPUSAT
Kirim
melalui email imfinasional@gmail.com
รจ WA/LINE/SMS ke 087816761930